|  
Bandung - Modus penipuan   transfer pulsa yang dikenal 'Mama Minta Pulsa' marak lagi. Bukan hanya   SMS, pelaku sekarang sudah berani menelpon calon korban. Ini pun dinilai   akibat regulator tidak tegas mengatur industri telekomunikasi.Demikian   disampaikan pengamat telekomunikasi Sutikno Teguh, Senin (27/2/2012). "Ini sebenarnya hanya ekses dari carut marutnya industri telekomunikasi. Pemerintah, dalam hal ini regulator tidak tegas menerapkan regulasinya. Tidak serius mengatur industri telekomunikasi," katanya. Menurut Teguh, demikian pria ini akrab dipanggil, aksi penipuan ini memanfaatkan celah dalam aturan yang sebetulnya juga lemah. Mulai dari mudahnya registrasi kartu baru sampai dengan bebasnya operator untuk promosi yang jor-joran. "Kebijakan untuk bisnis telekomunikasi di Indonesia acak kadut (berantakan - red). Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai regulator tidak punya grand strategy yang jelas untuk industri ini. Percuma BRTI itu, hanya teori melulu," tegasnya. Teguh berpendapat, sudah seharusnya industri telekomunikasi di Indonesia diarahkan ke pelanggan pasca bayar. Karena dalam pelanggan pasca bayar, identitas pelanggan tercatat jelas dan terverifikasi. "Sekarang penerapan registrasi ngawur. Ini yang kemudian dimanfaatkan para pelaku penipuan," ia menandaskan. Sebelumnya, di Bandung sudah mulai marak kembali telepon minta pulsa. Nominal yang diminta pelaku memang kecil, berkisar Rp 100-300 ribu. | 
Techno/D
 
 
 
 

