| 
Demikian   dikatakan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman saat ditemui wartawan di   Kejagung, Jumat (22/3/2012). 
 Jakarta   - Bareskrim Mabes Polri mengakui jika membongkar kasus pencurian pulsa   tidaklah mudah, sehingga perlu waktu untuk merampungkannya. Bahkan jika   diibaratkan, pengusutannya seperti mencari lalat di hutan rimba.
 
 Istilah   yang digunakan Sutarman itu salah satunya mengacu pada barang bukti yang   harus diselidiki pihak berwajib sebagai bahan penyidikan. "Karena   buktinya adalah bukti elektronik. Kita harus mengambil dari server yang lebih   besar. Ibaratnya seperti mencari lalat di hutan rimba," tukasnya.
 Dari   data di server besar tersebut, polisi kemudian harus menghitung locus dan   tempus delict-nya. Dari situ diteliti mulai dari kapan produk itu   diluncurkan, lalu lokasinya itu ada di beberapa posisi.
Hambatannya   tidak lantas berhenti sampai di situ, sebab menghitung locus dari server yang   ingin diperiksa tidak bisa sembarangan untuk diambil datanya.
"Kalau   kita mau sembarangan, saya angkat servernya. Tapi nanti layanan di   operatornya akan terganggu. Nanti saya akan cari solusi ke arah sana, tapi   tidak menggangu kegiatan," tambah Sutarman.
 Sebelumnya,   Kabareskrim menyebut kerugian yang ditimbulkan akibat aksi pencurian pulsa   bisa menembus angka Rp 1 triliun. Angka ini tentu terbilang fantastis, sebab   merujuk dari banyaknya layanan yang menjejali pengguna dan pasar penggula   seluler itu sendiri yang kian meraksasa.
"Kadang   kita tidak sadar tahu-tahu ada ringtone, kita tidak tahu darimana dikirimkan   ringtone itu. Begitu kita tidak mengakses tahu-tahu ringtonenya jalan terus,   kena bayar. Nah seperti itu contohnya. Berapa juta ringtone yang disebarkan,   dan berapa juta pelanggan yang dikenakan?" ia menandaskan.
 
 |